Tata Cara Pengurusan Jenazah
A. Memandikan jenazah
Jenazah
seorang muslim wajib dimandikan oleh muslim yang lain sebelum ia dikuburkan.
kecuali jenazah para Syuhada yang mati syahid di jalan Allah (berperang)
tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat
di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.
"Bahwa
para Syuhada Uhud tak dimandikan, & mereka dikubur dengan darah mereka
(lumuran darah yang pada jenazah mereka), serta tak dishalatkan." (HR. Abu Daud 2728)
hal ini dilakukan karena darah para Syuhada itu kelak
akan berwangikan kasturi di hari kiamat. selain jenazah para Syuhada, Janin
yang gugur sebelum mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, hanyalah sekerat
daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan
dishalatkan.
a)
Syarat
orang yang memandikan jenazah
1)
Baligh (sudah mencapai kedewasaan)
-
sudah mencapai usia 19 tahun dan atau sudah mengalami mimpi basah bagi
laki-laki
-
sudah mencapai usia 9 tahun dan atau sudah mengalami
menstruasi bagi perempuan
2)
Berakal (tidak gila)
3)
Beriman (muslim)
4)
sesama jenis kelamin antara yang memandikan dan yang dimandikan.
kecuali;
-
anak kecil yang usianya belum lebih dari tiga tahun.
-
suami/istri. masing-masing boleh memandikan yang lain.
-
Mahram. (apabila tidak ada orang yang sejenis kelamin dengan si mayit)
b)
Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah
- Kapas
- Sarung tangan & masker penutup hidung (untuk orang yang
memandikan)
- Gunting (untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Spon pengosok
- Kapur barus
- Alat pengerus untuk mengerus dan menghaluskan kapur barus
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Air
Dianjurkan
menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta
menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam
kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit
miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya
mudah mengalir darinya.
c)
Tata cara memandikan jenazah
1)
Menghilangkan kotoran pada jenazah
memulailah
dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu
panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin,
maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian
angkatlah kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu urut
perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam
perutnya.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
2)
Mewudhukan jenazah
Selanjutnya
orang yang memandikan berniat (dalam hati) untuk memandikan jenazah serta
membaca basmalah. Lalu jenazah diwudhu-i sebagaimana wudhu untuk shalat.
Namun tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan mulut si mayit, tapi cukup
dengan memasukkan jari yang telah dibungkus dengan kain yang dibasahi di antara
bibir si mayit lalu menggosok giginya dan kedua lubang hidungnya sampai bersih.
Selanjutnya, dianjurkan agar mencuci rambut dan jenggotnya dengan busa perasan
daun bidara atau dengan busa sabun. Dan sisa perasan daun bidara tersebut
digunakan untuk membasuh sekujur jasad si mayit.
3)
Membasuh tubuh jenazah
Selanjutnya orang yang memandikan
membalik sisi tubuh jenazah hingga miring ke sebelah kiri, kemudian membasuh
belahan punggungnya yang sebelah kanan. Kemudian dengan cara yang sama petugas
membasuh anggota tubuh jenazah yang sebelah kiri, lalu membalikkannya hingga
miring ke sebelah kanan dan membasuh belahan punggung yang sebelah kiri. Dan
setiap kali membasuh bagian perut si mayit keluar kotoran darinya, hendaklah
dibersihkan. Banyaknya memandikan: Apabila sudah bersih, maka yang wajib adalah
memandikannya satu kali dan mustahab (disukai/sunnah) tiga kali. Adapun jika
belum bisa bersih, maka ditambah lagi memandikannya sampai bersih atau sampai
tujuh kali (atau lebih jika memang dibutuhkan). Dan disukai untuk menambahkan
kapur barus pada pemandian yang terakhir, karena bisa mewangikan jenazah dan
menyejukkannya. Oleh karena itulah ditambahkannya kapur barus ini pada
pemandian yang terakhir agar baunya tidak hilang.
Dianjurkan
agar air yang dipakai untuk memandikan si mayit adalah air yang sejuk, kecuali
jika orang yang memandikan membutuhkan air panas untuk menghilangkan
kotoran-kotoran yang masih melekat pada jasad si mayit. Dibolehkan juga
menggunakan sabun untuk menghilangkan kotoran. Namun jangan mengerik atau menggosok
tubuh si mayit dengan keras. Dibolehkan juga membersihkan gigi si mayit dengan
siwak atau sikat gigi. Dianjurkan juga menyisir rambut si mayit, sebab
rambutnya akan gugur dan berjatuhan.
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Setelah selesai dari memandikan jenazah, jasad dilap (dihanduki) dengan kain atau yang semisalnya. Kemudian memotong kumisnya dan kuku-kukunya jika panjang, serta mencabuti bulu ketiaknya (apabila semua itu belum dilakukan sebelum memandikannya) dan diletakkan semua yang dipotong itu bersamanya di dalam kain kafan. Kemudian apabila jenazah tersebut adalah wanita, maka rambut kepalanya dipilin (dipintal) menjadi tiga pilinan lalu diletakkan di belakang (punggungnya).
Faedah
-
Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah)
setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat
keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena
najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani
masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan
sangat merepotkan.
-
Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram
dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air
ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun
tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah
pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai
seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.
-
Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada
air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah
ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan
kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak
tangan si mayit.
B.
MENGKAFANI JENAZAH
Mengkafani jenazah hukumnya wajib dan hendaklah kain
kafan tersebut dibeli dari harta si mayit. Hendaklah didahulukan membeli kain
kafannya dari melunaskan hutangnya, menunaikan wasiatnya dan membagi harta
warisannya. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka keluarganya boleh
menanggungnya.
a) Ukuran kain kafan.
Ukuran
lebar kain kafan yang digunakan dengan lebar tubuh si mayit adalah sekitar
1:3, jadi jika lebar tubuh si mayit 30 cm maka kain kafan yang disediakan
adalah sekitar 90 cm. sementara ukuran panjang kain kafan disesuaikan dengan
tinggi tubuh si mayit, contoh jika tinggi tubuhnya 180 cm maka panjang
kain kafannya ditambahkan 60 cm atau jika tinggi tubuhnya 90 cm maka panjang
kain kafan ditambah 30 cm. tambahan panjang kain kafan dimaksudkan agar mudah
mengikat atas kepalanya dan bagian bawahnya.
b) Tata cara mengkafani jenazah
- Jenazah laki-laki -
Jenazah
laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan. Berdasar dengan hadits.
“Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 helai kain sahuliyah
yang putih bersih dari kapas, tanpa ada baju dan serban padanya, beliau dibalut
dengan 3 kain tersebut.
langkah-langkah
:
siapkan
tali pengikat kain kafan sebanyak 7 buah (usahakan berjumlah ganjil) panjang
tali disesuaikan dengan lebar tubuh mayit. tali dipintal kemudian di letakan
dengan jarak yang sama diatas usungan jenazah. kemudian 3 helai kain kafan yang
sudah dipersiapkan sebelumnya diletakan sama rata diatas tali pengikat yang
sudah lebih dulu diletakan diatas usungan jenazah, dengan menyisakan
lebih panjang di bagian kepala. siapkan pula kain penutup aurat yang dipotong
hampir menyerupai popok bayi, kain penutup aurat itu diletakan diatas ketiga
helai kain kafan tepatnya dibawah tempat duduk mayit, letakan pula potongan
kapas diatasnya. lalu bubuhi kain kafan dan kain penutup aurat dengan wewangian
dan kapur barus yang langsung melekat pada tubuh si mayit.
Pindahkan
mayit yang telah selesai dimandikan dan dihanduki keatas lembaran kain kafan
yang telah siap, kemudian bubuhi tubuh mayyit dengan wewangian atau sejenisnya.
Bubuhi anggota-anggota sujud [tahnith]. Sediakan kapas yang diberi wewangian
dan letakkan di lipatan-lipatan tubuh seperti ketiak dan yang lainnya. Letakkan
kedua tangan sejajar dengan sisi tubuh, lalu ikatlah kain penutup aurat
sebagaimana memopok bayi dimulai dari sebelah kanan dan ikatlah dengan
baik.
saat
membalut kain kafan mulailah dengan melipat lembaran pertama kain kafan sebelah
kanan, balutlah dari kepala sampai kaki. Demikian lakukan dengan lembaran kain
kafan yang kedua dan yang ketiga. Ikat bagian atas kepala mayit dengan tali
pengikat dan sisa kain bagian atas yang lebih dilipat ke wajahnnya lalu
diikat dengan sisa tali itu sendiri, kemudian ikatlah tali bagian bawah kaki
dan sisa kain kafan bagian bawah yang lebih dilipat ke kakinya lalu diikat sama
seperti pada bagian atas. setelah itu ikatlah kelima tali yang lain dengan
jarak yang sama rata. perlu diperhatikan mengikat tali tersebut jangan terlalu
kencang dan usahakan ikatannya terletak disisi sebelah kiri tubuh, agar mudah
dibuka ketika jenazah dibaringkan kesisi sebelah kanan dalam kubur.
- Jenazah perempuan-
Jenazan
wanita dibalut dengan lima helai kain kafan. Terdiri atas : Dua helai kain,
sebuah baju kurung dan selembar sarung beserta kerudungnya. Jika ukuran lebar
tubuhnya 50 cm dan tingginya 150 cm, maka lebar kain kafannya 150 cm dan
panjangnya 150 ditambah 50 cm. Adapun panjang tali pengikatnya adalah 150 cm, disediakan
sebanyak tujuh utas tali, kemudian dipintal dan diletakkan sama rata di atas
usungan jenazah. Kemudian dua kain kafan tersebut diletakkan sama rata diatas
tali tersebut dengan menyisakan lebih panjang dibagian kepala. untuk
mempersiapkan kain kurung pertama ukurlah mulai dari pundak sampai kebetisnya,
lalu ukuran tersebut dikalikan dua, kemudian persiapkanlah kain baju kurungnya
sesuai dengan ukuran tersebut. Lalu buatlah potongan kerah tepat
ditengah-tengah kain itu agar mudah dimasuki kepalanya. Setelah dilipat dua,
biarkanlah lembaran baju kurung bagian bawah terbentang, dan lipatlah lebih
dulu lembaran atasnya (sebelum dikenakan pada mayyit, letakkan baju
kurung ini di atas kedua helai kain kafannya). lebar baju kurung tersebut 90
cm. sementara untuk kain sarung ukurannya adalah sekitar 90 cm [lebar] dan 150
cm [panjang]. kain sarung tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju
kurungnya. dan untuk ukuran kerudungnya adalah sekitar 90 cm x 90 cm, kerudung
tersebut dibentangkan diatas bagian atas baju kurung. untuk tata cara
memakaikan kain penutup aurat, kain kafan dan tali pengikat hampir sama caranya
seperti pada jenazah laki-laki.
C.
SHOLAT JENAZAH
Shalat Jenazah hukumnya Fardhu kifayah, shalat
ini berbeda dengan shalat pada umumnya, karena tidak memakai ruku’, sujud,
i’tidal dan tahiyyat, sholat ini hanya dilakukan dalam keadaan berdiri dengan 4
kali takbir dan 2 salam.
Tata cara pelaksanaannya :
1) Membaca niat
Bacaan niat
shalat jenazah untuk mayat laki-laki :
اُصَلِّي
علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
Ushallii
'alaa haadzihil mayyitati lillaahi ta'aala
Bacaan
niat shalat jenazah untuk mayat perempuan :
اُصَلِّي علي هذه الَميّتِة ِلله تعالي
Ushallii
'alaa haadzihil mayyitati lillaahi ta'aala
2)
Membaca
takbir pertama, yaitu : surah al-fatihah
3)
Membaca
takbir kedua :
أللهم صَلِّ علي محمد وعلي ألِ محمد كما صَلَيْتَ علي إبراهيم وعلي أل
إبراهيم وبارِكْ علي محمد وعلي أل محمد كما باركت علي إبراهيم وعلي أل إبراهيم في
العالمين إنك حميد مجيد
Allaahumma
shalli 'alaa muhammadin, wa 'alaa aali muhammadin, kamaa shallaita 'alaa
ibraahiima, wa 'alaa aali ibraahiima. Wa baarik 'alaa muhammadin, wa 'alaa aali
muhammadin, kamaa baarakta 'alaa ibraahiima, wa 'alaa aali ibraahiima. Fil
'aalamiina innaka hamiidum majiid.
Artinya
: Ya Allah, berilah rahmat kepada
Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada
Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.
Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak dan istri atau
umatnya), sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan
keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
4)
Membaca
Takbir ketiga diikuti dengan bacaan doa
untuk mayit :
اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ
ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطايا كما
يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ
وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ
القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
Allaahummaghfirlahu,
warhamhu, wa 'aafihi, wa'fu 'anhu, wa akrim nuzuulahu, wa wassi' madkhalahu,
waghsilhu bimaa-in watsaljin wabaradin, wanaqqihi minal khathaayaa kamaa
yunaqqats tsaubul abyadhu minaddanasi, wa abdilhu daaran khairan min daarihi,
wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi, waqihi fitnatal
qabri wa 'adzaabannaar.
Artinya
: Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah
dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya,
lapangkanlah kuburannya, cucilah kesalahannya dengan air, es dan embun
sebagaimana mencuci pakaian putih dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah
yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, gantilah
istrinya dengan isri yang lebih baik, hindarkanlah dari fitnah kubur dan siksa
neraka.
5)
Membaca
takbir keempat diikuti dengan membaca doa
berikut:
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
Allaahumma
laa tahrimnaa ajrahu, walaa taftinnaa ba'dah
Artinya:
Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau
beri fitnah pada kami setelah kematiannya
6)
Membaca salam
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Assalaamu
'alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh
Artinya: Keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga untuk kalian semua
D.
MENGUBURKAN JENAZAH
Setelah selesai dimandikan, dikafani dan disholatkan, maka
jenazah harus segera dikuburkan. disunnahkan membawa jenazah dengan
usungan jenazah yang di panggul di atas pundak dari keempat sudut usungan.
Disunnahkan pula untuk menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus
tergesa-gesa. Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di
belakangnya, di samping kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam
sunnah Nabi. Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah
diletakkan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.
Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit
terjaga dari jangkauan binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.
Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada
syaq. Dalam masalah ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan
syaq bagi selain kita (non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh
Syaikh Al-Albani dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)
dilarang menguburkan jenazah pada 3 waktu terlarang yaitu,
ketika matahari terbit hingga ia agak meninggi, saat matahari tepat berada
dipertengahan langit hingga ia telah condong ke barat, dan saat matahari hampir
terbenam hingga ia terbenam sempurna. sebagaimana hadist dibawah ini :
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiallahu anhu
berkata: “Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam telah melarang kami untuk shalat atau menguburkan jenazah pada
waktu-waktu tersebut: Saat matahari terbit hingga ia agak meninggi, saat
matahari tepat berada di pertengahan langit hingga ia telah condong ke barat,
dan saat matahari hampir terbenam hingga ia terbenam sempurna.” (HR.
Muslim no. 831)
0 komentar:
Posting Komentar